Penjelasan Tentang Millah Ibrohim
"Tidak bisa dibayangkan ada orang yang memahami dan mengamalkan tauhid namun dia tidak memusuhi orang-orang musyrik. Dan orang yang tidak memusuhi mereka tidak bisa dikatakan dia telah memahami dan mengamalkan tauhid.”
(Syaikh ‘Abdul Lathiif bin ‘Abdur Rohmaan)
Atas nama Alloh, Dialah yang mencukupiku dan Dia adalah sebaik-baik Penjamin.
PEMBAHASAN PERTAMA:
Penjelasan Tentang Millah Ibrohim
Alloh ta’aalaa berfirman mengenai millah Ibrohim:
ومن يرغب عن ملة إبراهيم إلا من سفه نفسه
Dan tidak ada yang benci terhadap millah Ibrohim kecuali orang yang membodohi dirinya sendiri. (Al Baqoroh: 130)
Alloh ta’aalaa juga berfirman kepada NabiNya Muhammad SAW:
ثم أوحينا إليك أن اتبع ملة إبراهيم حنيفا وما كان من المشركين
Kemudian Kami telah wahyukan kepadamu supaya kamu mengikuti millah Ibrohim yang haniif (lurus) dan bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik. (An Nahl: 123)
Demikianlah Alloh ta’aalaa menerangkan manhaj dan jalan kepada kita secara jelas dan gamblang… bahwa jalan yang benar dan manhaj yang lurus itu … adalah millah Ibrohim… tidak ada yang samar dan tidak ada yang rancu padanya. Barang siapa membenci jalan ini dengan alasan untuk kemaslahatan (kepentingan) dakwah atau dengan alasan bahwa jalan ini akan menimbulkan fitnah dan bencana bagi kaum muslimin atau dengan alasan-alasan yang tidak benar lainnya… yang dihembuskan syetan ke dalam jiwa orang-orang yang lemah imannya… maka dia adalah orang yang bodoh, ia tertipu. Ia menyangka bahwa dirinya lebih tahu tentang metode dakwah dari pada Nabi Ibrohim AS yang Alloh ta’aalaa puji dalam firmanNya:
ولقد آتينا إبراهيم رشده
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrohim petunjuk kebenaran. (Al Anbiyaa’: 51)
Dan dalam firmaNya:
ولقد اصطفيناه في الدنيا وإنه في الآخرة لمن الصالحين
Dan telah Kami pilih dia di dunia, dan di akherat dia termasuk orang-orang yang sholih. (Al Baqoroh: 130)
Alloh ta’aalaa memuji dakwahnya dan memerintahkan kepada penutup para Nabi dan Rosul (Nabi Muhammad) agar mengikutinya, dan Alloh ta’aalaa menjadikan kebodohan itu bagi orang yang membenci jalan dan manhajnya. Dan millah Ibrohim itu adalah:
Memurnikan ibadah kepada Alloh ta’aalaa dengan segala pengertiannya yang tercakup dalam makna ibadah.[1]
Dan baroo’ kepada kesyirikan dan kepada pelakunya.
Imam Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab rh berkata: “Pokok dan dasar diin Islam itu ada dua:
Pertama: Perintah untuk beribadah kepada Alloh ta’aalaa saja dan tidak ada sekutu bagiNya, dan hasungan untuk melaksanakan perintah tersebut dan saling berwalaa’ (loyal) atas dasar perintah tersebut serta mengkafirkan orang yang meninggalkan perintah tersebut.
Kedua: Peringatan agar menjauhi perbuatan syirik dalam beribadah kepada Alloh ta’aalaa, dan bersikap keras dalam masalah ini, dan mengkafirkan orang yang melakukannya.”
Inilah tauhid yang didakwahkan oleh para Rosul SAW. Dan ini merupakan makna kalimat laa ilaaha
illallooh, yaitu ikhlas, mentauhidkan dan mengesakan Alloh ta’aalaa dalam beribadah, dan berwalaa’ (loyal) kepada diinNya dan kepada wali-waliNya, dan kufur serta baroo’ kepada segala sesembahan selain Alloh ta’aalaa, dan memusuhi musuh-musuhNya..
Maka ini adalah tauhiid i'tiqoodiy sekaligus tauhiid ‘amaliy.. dan surat Al Ikhlaash merupakan dalil untuk tauhiid i'tiqoodiy sedangkan surat Al Kaafiruun merupakan dalil untuk tauhiid ‘amaliy. Dan dahulu Rosululloh SAW sering membaca dua surat tersebut dan senantiasa membacanya dalam sholat sunnah fajar dan yang lain … karena sangat pentingnya dua surat tersebut.
Peringatan yang harus disampaikan: Ada orang yang menyangka bahwasanya millah Ibrohim ini dapat terrealisasi pada zaman sekarang dengan cara belajar tauhid dengan memahami tiga pembagian dan macamnya, dengan memahaminya secara teori saja… namun bersikap diam terhadap orang-orang yang melakukan kebatilan dan dengan tanpa menampakkan dan menunjukkan sikap baroo’ (berlepas diri dan memusuhi) kepada kebatilan mereka.
Kepada mereka ini kami katakan: Seandainya millah Ibrohim itu seperti itu tentu beliau tidak dilemparkan oleh kaumnya ke dalam api. Bahkan seandainya beliau mau bermudaahanah (kompromi, toleransi) dengan mereka, diam terhadap sebagian kebatilan mereka dan tidak membodoh-bodohkan ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka, dan tidak menyatakan permusuhannya kepada mereka, lalu mencukupkan diri dengan tauhiid nadhoriy (tauhid teoritis) yang dia pelajari bersama para pengikutnya dan tidak mewujudkannya dalam bentuk al walaa’ (loyalitas), al baroo’, cinta, benci, permusuhan dan hijroon (memisahkan diri) karena Alloh ta’aalaa … seandainya beliau melakukan seperti itu tentu mereka membukakan semua pintu untuk beliau. Bahkan mungkin mereka akan membangunkan sekolahan-sekolahan dan perguruan-perguruan sebagaimana yang terjadi pada zaman sekarang yang di sana dipelajari tauhiid nadhoriy (tauhid teoritis) semacam ini… dan mungkin mereka akan membuatkan padanya spanduk besar yang bertuliskan; Sekolah atau Perguruan Tauhid dan Fakultas Dakwah Dan Ushuulud Diin…. Dan lain-lain… ini semua tidak akan membahayakan mereka dan tidak akan mempengaruhi mereka selama tidak dipraktekkan ke dalam dunia nyata… meskipun universitas-universitas, sekolahan-sekolahan dan fakultas-fakultas tersebut mengeluarkan ribuan gagasan, tesis dan disertasi tentang ikhlas, tauhid dan dakwah….pasti mereka tidak mengingkarinya bahkan mereka akan merestui dan memberikan kepada penulisnya berbagai hadiah, ijazah dan gelar-gelar yang besar, selama tidak mengancam kebatilan dan perbuatan mereka, dan selama mereka hanya sebatas itu.
Syaikh ‘Abdul Lathiif bin ‘Abdur Rohmaan mengatakan dalam Ad Duror As Sunniyah: “Tidak bisa dibayangkan ada orang yang memahami dan mengamalkan tauhid namun dia tidak memusuhi orang-orang musyrik. Dan orang yang tidak memusuhi mereka tidak bisa dikatakan dia telah memahami dan mengamalkan tauhid.” (Juz Jihad, hal. 167)
Dan demikian pula Rosululloh SAW, seandainya beliau ketika awal-awal tidak membodoh-bodohkan akal orang-orang Quroisy dan tidak mencela ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka, dan seandainya --- dan ini tidak mungkin --- beliau menyebunyikan ayat-ayat yang mencela ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka seperti laata, uzzaa dan manaat…dan demikian pula ayat-ayat yang menerangkan baroo’ terhadap mereka, terhadap diin mereka dan terhadap ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka --- dan betapa banyak ayat-ayat tersebut seperti surat Al Kaafiruun dan yang lainya --- seandainya beliau berbuat seperti itu … dan ini tidak mungkin … tentu mereka mau bersahabat, memuliakan dan mendekati beliau … dan tentu mereka tidak menaruh kotoran onta ketika beliau sedang sujud, dan tentu beliau tidak mendapat gangguan dari mereka sebagaimana yang dijelaskan dan disebutkan dalam siiroh (sejarah)… dan tentu beliau tidak perlu hijroh, bersusah-payah dan berpenat-penat… dan tentu beliau dan para sahabat dapat duduk-duduk di negeri mereka dengan aman… maka permasalahan berwalaa’ (loyal) kepada diin Alloh ta’aalaa dan para pemeluknya, dan memusuhi kebatilan dan para pelakunya, telah diwajibkan kepada kaum muslimin pada awal-awal dakwah sebelum diwajibkannya sholat, zakat, shoum (puasa) dan haji. Dan inilah yang menyebabkan munculnya siksaan, gangguan dan cobaan, bukan karena yang lain..
Syaikh Hamad bin ‘Atiiq mengatakan dalam salah satu risalahnya, dalam Ad Duror As Sunniyah: “Hendaknya orang yang berakal, berfikir dan orang yang ingin menasehati dirinya sendiri, mencari apa penyebab yang mendorong orang-orang Quroisy mengusir Nabi SAW dan para sahabatnya dari Mekah yang merupakan daerah yang paling mulia. Sesungguhnya telah kita ketahui bersama bahwasanya orang-orang Quroisy tidaklah mengusir Nabi SAW dan para sahabat kecuali setelah mereka mencela diin orang-orang Quroisy dan menyesat-nyesatkan bapak-bapak mereka secara terang-terangan. Mereka menginginkan supaya beliau SAW menghentikan hal itu dan mereka mengancam akan mengusir beliau dan para sahabat beliau. Para sahabatpun mengeluhkan kepada beliau akan kerasnya siksaan orang-orang Quroisy kepada mereka. Maka beliaupun menyuruh mereka untuk bersabar dan meneladani orang-orang sebelum mereka yang mendapatkan siksaan. Dan beliau tidak menyuruh mereka untuk tidak lagi mencela diin orang-orang musyrik dan membodoh-bodohkan akal mereka. Maka beliaupun memilih untuk meninggalkan negeri bersama para sahabat beliau, padahal Mekah adalah tempat yang paling mulia di muka bumi.
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله و اليوم الآخر و ذكرالله كثيرا
Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada diri Rosululloh bagi orang yang mengharap kepada Alloh dan hari akhir, dan banyak mengingat Alloh.
(Dinukil dari Juz Jihad hal. 199)
Demikianlah, sesungguhnya semua thoghut di setiap waktu dan tempat, mereka tidaklah menunjukkan kerelaan kepada Islam atau bermudaahanah (toleransi) kepadanya, dan untuk itu mereka mengadakan konferensi-konferensi dan mengedarkan buku-buku dan majalah-majalah, mendirikan perguruan-perguruan dan universitas-universitas. Kecuali jika diin tersebut picik dan pincang serta terputus kedua sayapnya, yang jauh dari kenyataan dan jauh dari praktek walaa’ kepada orang-orang beriman, baroo’ kepada musuh-musuh diin, serta menunjukkan permusuhan kepada mereka, kepada sesembahan-sesembahan mereka dan manhaj-manhaj mereka yang batil.
Dan sesungguhnya hal ini kami saksikan secara jelas di sebuah negara yang bernama “Daulah Sa’uudiyyah” (Saudi Arabia). Negara ini menipu manusia dengan cara menghasung mereka untuk bertauhid, menerbitkan buku-buku tauhid dan mengijinkan buku-buku tersebut dicetak, bahkan menghasung para ulama’ untuk memerangi kuburan, paham shuufiy, syirik jimat, mantera, pepohonan dan bebatuan… dan lain-lain yang tidak menghkhwatirkan dan membahayakannya atau tidak membahayakan politik luar dan dalam negerinya. Dan selama teuhid yang parsial dan kurang tersebut jauh dari menyinggung penguasa dan singgasana mereka yang kafir tentu mereka akan memberikan sokongan, bantuan dan dorongan … kalau tidak demikian, lalu dimanakah tulisan-tulisan Juhaimaan dan orang-orang yang seperti dia yang penuh dengan pembahasan tauhid itu? Kenapa pemerintah tidak menyokong dan menghasungnya?? Meskipun dalam tulisan-tulisannya tersebut ia tidak mengkafirkan pemerintah Saudi… ataukah karena tauhid yang ia tulis tidak sesuai dengan para thoghut dan hawa nafsu mereka, dan dia berbicara masalah politik dan menerangkan al walaa’ wal baroo’ (loyalitas dan permusuhan), bai’at dan imaaroh (kepemimpinan). Silahkan kaji pembahasan dia dalam Risaalatul Amri Bil Ma’ruuf Wan Nahyi ‘Anil Munkar, hal. 108 sampai 110 dalam Ar Rosaa-ilus Sab’u. Saya lihat ia dalam masalah ini mempunyai pandangan tajam. Semoga Alloh ta’aalaa merahmatinya.
Syaikh Hamad bin ‘Atiiq rh mengatakan dalam bukunya yang berjudul Sabiilun Najaat Wal Fikaak Min Muwaalaatil Murtaddiin Wa Ahlil Isyrook: ”Sesungguhnya banyak orang yang kadang menyangka bahwasanya apabila ia bisa mengucapkan dua kalimat syahadat, melakukan sholat dan tidak dilarang pergi ke masjid berarti dia telah melaksanakan idh-haarud diin (menunjukkan diin), meskipun ia berada di tengah-tengah orang-orang musyrik atau di tempat orang-orang murtad. Dan sungguh dalam hal ini dia telah salah besar.
Dan ketahuilah bahwasanya kekafiran itu bermacam-macam sebanyak mukaffiroot (hal-hal yang menyebabkan kekafiran)nya. Dan setiap kelompok kafir, masing-masing mempunyai kekafiran yang menonjol dikalangan mereka. Dan seorang muslim tidak bisa dikatakan telah melaksanakan idh-haarud diin (menunjukkan diin) sampai dia menyelisihi setiap kekafiran yang menonjol pada masing-masing kelompok tersebut dan menyatakan permusuhan serta baroo’nya terhadapnya..”
Ia juga mengatakan dalam Ad Duror As Sunniyah: “Dan idh-haarud diin adalah: mengkafirkan mereka, menghina diin mereka, mencela mereka, baroo’ terhadap mereka, menjaga diri agar tidak mengasihi mereka dan agar tidak rukuun (sedikit condong) kepada mereka, serta memisahkan diri dari mereka. Dan hanya sekedar bisa melaksanakan sholat itu tidak bisa disebut idh-haarud diin.” (Juz Jihad, hal. 196)
Dan Syaikh Sulaimaan bin Samhaan mengatakan dalam sya’ir ‘Uquudul Jawaahir yang tersusun indah:
بالكفر إذهم معشر كفـار يا للعقول أما لكم أفكـار و الحب منه وما هو المعيار جهرا وتصريحا لهم وجهار | إظهار هذا الدين تصريح لهم وعداوة تبدو وبغض ظــاهر هذا وليس القلب كاف بغضه لكنما المعيار أن تأتي بـــه |
Idh-haarud diin adalah menyatakan kepada mereka ..
kekufuran karena mereka adalah orang-orang kafir..
permusuhan yang nampak dan kebencian yang jelas..
wahai orang yang berakal, apakah kalian tidak mempunyai otak ..
demikianlah, dan tidaklah cukup dengan membenci dalam hati..
dan mencintai bagian darinya namun ia bukanlah patokan..
akan tetapi yang menjadi patokan adalah engkau lakukan ..
dengan jelas, terang-terangan dan nyata kepada mereka…
Dan Syaikh Is-haaq bin ‘Abdur Rohmaan mengatakan dalam buku Ad Duror As Sunniyah pada juz Jihad hal. 141: “Dan pendapat orang yang dibutakan matanya oleh Alloh ta’aalaa, yang mengira bahwasanya idh-haarud diin itu adalah tidak dilarangnya untuk melaksanakan ibadah atau untuk belajar, adalah pendapat yang batil. Perkiraannya itu tertolak baik secara akal maupun secera syar’iy. Kalau demikian maka akan senanglah dengan hukum yang batil tersebut, orang-orang yang tinggal di negara-negara nasrani, majusi dan hindu karena di negara-negara mereka ada sholat, adzan dan pengajaran..”
Dan semoga Alloh ta’aalaa merahmati orang yang mengatakan:
وفعل صلاة والسكوت عن الملا وما الدين إلا الحب والبغض والولا | يظنون أن الدين لبيك في الفلا وسالم وخالط من لذا الدين قد قلا |
وكذا البرا من كل غاو و آثم |
Mereka menyangkan bahwa diin itu adalah mengucapkan labbaika di tanah lapang (melaksanakan haji)..
dan melaksanakan sholat serta diam terhadap manusia..
dan berdamai serta berbaur dengan orang yang membenci diin ini..
padahal diin itu tidak lain adalah cinta, benci dan walaa’...
demikian pula baroo’ terhadap setiap orang yang menyeleweng dan berbuat dosa..
Dan Abul Wafaa’ bin ‘Uqoil rh berkata: “Apabila engkau ingin mengetahui kondisi Islamnya manusia pada suatu masa, jangalah kamu melihat berjubelnya mereka di pintu-pintu masjid atau gema labbaika mereka, akan tetapi lihatlah permufakatan mereka dengan musuh-musuh syariat. Maka berlindunglah ke dalam benteng diin, berpeganglah dengan tali Alloh ta’aalaa yang sangat kuat dan bergabunglah dengan wali-waliNya yang beriman. Dan waspadalah terhadap musuh-musuhNya yang menyeleweng. Karena ibadah kepada Alloh ta’aalaa yang paling utama itu adalah membenci orang-orang yang menentang Alloh ta’aalaa dan RosulNya dan jihad terhadapnya dengan tangan, lidah dan hati sesuai dengan kemampuan.” (dari Ad Duror As Sunniyah, juz jihad, hal. 238)
Peringatan kedua: Dan sebaliknya, selain baroo’ kepada kesyirikan dan orang-orang yang berbuat syirik… juga; “Berwalaa’ (loyal) kepada diin Alloh ta’aalaa dan wali-waliNya, serta membela, membantu dan setia kepada mereka dan menunjukkan dan menampakkan hal itu.” Sehingga hati bersatu dan barisan merapat. Meskipun kita terkadang bersikap keras terhadap ikhwan-ikhwan yang bertauhid yang menyimpang dari kebenaran, dan meskipun kita terkadang keras dalam memberi nasehat kepada mereka, dan mengkritik jalan mereka yang menyimpang dari jalan para Nabi.. karena seorang muslim dengan muslim lainnya itu sebagaimana yang dikatakan Ibnu Taimiyah adalah seperti dua belah tangan yang mana salah satunya membasuh yang lain. Dan terkadang untuk menghilangkan kotoran diperlukan sedikit keras yang akibatnya baik. Karena tujuan dibalik itu adalah menjaga keselamatan dan kebersihan kedua tangan tersebut… dan kami sama sekali tidak memperbolehkan untuk baroo’ kepada mereka secara total.. karena seorang muslim itu memiliki hak dari saudara muslim lainnya untuk diberikan walaa’nya, yang tidak boleh terputus kecuali karena murtad dan keluar dari Islam .. dan Alloh ta’aalaa telah mengagungkan hak ini dalam firmanNya:
إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير
Kalau kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (Al Anfaal: 73)
Sedangkan orang Islam yang menyimpang, disikapi baroo’ hanya kepada kebatilan atau kebid’ahannya dan penyelewengannya, dengan tetap memberikan dasar walaa’ kepadanya.. bukankah anda melihat bahwa hukum-hukum yang ada dalam perang melawan bughoot (pemberontak) dan orang-orang yang seperti mereka… berbeda dengan hukum-hukum yang ada dalam perang melawan orang-orang murtad… dan kami sama sekali tidak akan pernah membuat senang para thoghut selamanya… sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku Islam yang rusak timbangan al walaa’ dan al baroo’ mereka di zaman sekarang ini. Mereka berlebihan dalam melakukan baroo’ dan dalam mencaci orang-orang bertauhid yang tidak sependapat dengan mereka, dan dalam mengingatkan orang lain agar berhati-hati terhadap orang-orang bertauhid yang tidak sependapat dengan mereka tersebut dan terhadap banyak kebenaran yang ada pada mereka. Bahkan kadang mereka menulis dalam surat-surat kabar yang busuk yang memusuhi Islam dan kaum muslimin. Bahkan lebih dari itu mereka menghasut orang-orang bodoh dan para penguasa agar memusuhi orang-orang yang bertauhid tersebut dan memusuhi dakwah mereka., dengan melontarkan fitnah-fitnah batil terhadap mereka. Atau menyokong para thoghut dengan fatwa-fatwa yang bertujuan untuk menumpas mereka. Seperti dengan mengatakan bahwa mereka adalah bughoot (pemberontak) dan Khowaarij, atau mereka itu lebih berbahaya terhadap Islam dari pada yahudi dan nasrani, dan lain sebagainya. Dan saya sering melihat ada orang yang senang dengan tertangkapnya orang-orang Islam yang tidak sependapat dengan mereka ketangan thoghut. Dan mereka mengatakan: “Memang dia pantas menerima itu.” Atau mengatakan: “Bagus, mereka melumpuhkannya.” Atau kata-kata lain yang bisa jadi akan menjerumuskan mereka ke dalam jahannam selama tujuh puluh musim sedangkan mereka tidak menyadari dan tidak menghiraukannya.
Dan ketauhilah bahwasanya diantara ciri-ciri yang paling menonjol dan tugas yang paling penting dalam millah Ibrohim yang kami lihat dilailaikan dan bahkan ditinggalkan dan dimatikan oleh mayoritas da’i (juru dakwah) pada zaman sekarang adalah:
- menunjukkan sikap baroo’ terhadap orang-orang musyrik dan sesembahan-sesembahan mereka yang batil.
- Menyatakan kufur (pengingkaran) kepada mereka, kepada ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka, manhaj-manhaj mereka, undang-undang mereka dan syariat-syariat syirik mereka.
- Menampakkan permusuhan dan kebencian kepada mereka dan kepada perilaku kafir mereka sampai mereka kembali kepada Alloh ta’aalaa dan meninggalkan semuannya serta mengkufurinya.
Alloh ta’aalaa berfirman:
قد كانت لكم أسوة حسنة في إبراهيم و الذين معه إذ قالوا لقومهم إنا برءاؤا منكم ومما تعبدون من دون الله كفرنا بكم وبدا بيننا وبينكم العداوة و البغضاء أبدا حتى تؤمنوا بالله وحده
Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya ketika mereka mengatakan kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami baroo’ (berlepas diri dan memusuhi) kepada kalian dan kepada apa yang kalian ibadahi selain Alloh. Kami kufur (ingkar) kepada kalian dan telah nampak permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian selamanya sampai kalian beriman kepada Alloh semata. (Al Mumtahanah: 4)
Al ‘Allaamah Ibnul Qoyyim mengatakan: “Ketika Alloh ta’aalaa melarang orang-orang beriman untuk berwalaa’ kepada orang-orang kafir hal itu mengandung kosekuensi untuk memusuhi dan baroo’ kepada mereka serta menyatakan permusuhan pada setiap keadaan.” (Dari Badaa-i'ul Fawaa-id III/69)
Dan Syaikh Hamad bin ‘Atiiq rh mengatakan: “Firman Alloh ta’aalaa yang berbunyi: وبدا (dan telah nampak) maksudnya adalah: ظهر (nampak) dan: بان (jelas). Dan perhatikanlah didahulukannya al ‘adaawah (permusuhan) dari pada al baghdloo’ (kebencian) karena yang pertama lebih utama dari pada yang kedua. Karena sesungguhnya terkadang orang benci kepada orang-orang musyrik namun ia tidak memusuhi mereka (orang-orang musyrik tersebut), sehingga ia belum melaksanakan kewajibannya sampai ia merealisasikan permusuhan dan kebencian. Selain itu permusuhan dan kebencian itu harus nampak jelas dan nyata. Dan ketahuilah meskipun kebencian itu adalah amalan hati, namun kebencian itu tidak ada gunanya sampai nampak tanda-tandanya dan timbul dampak-dampaknya, dan ini tidak akan terrealisasi kecuali dengan permusuhan dan memutuskan hubungan. Maka ketika itulah permusuhan dan kebencian itu nampak.” (Dari Sabiilun Najaat Wal Fikaak Min Muwaalaatil Murtaddiin Wa Ahlil Isyrook)
Dan Syaikh Is-haaq bin ‘Abdur Rohmaan mengatakan: “Dan tidak cukup hanya dengan membenci mereka dengan hati, namun harus dengan menunjukkan permusuhan dan kebencian --- kemudian ia menyitir ayat yang terdapat dalam surat Al Mumtahanah di atas, lalu mengatakan --- maka lihatlah penjelasan yang tidak ada lagi penjelasan yang lebih jelas dari padanya, yaitu Alloh ta’aalaa berfirman:
بدا بيننا
Telah nampak di antara kita.
Maksudnya adalah ظهر (nampak). Inilah yang dimaksud dengan idh-haarud diin. Maka harus dilakukan dengan menyatakan permusuhan dan mengkafirkan mereka dengan terang-terangan serta memutuskan hubungan secara fisik. Sedangkan yang dimaksud dengan العداوة adalah hendaknya berada pada عَدْوَة (tempat yang jauh/ujung) sedangkan lawannya berada pada عَدْوَة (tempat yang jauh/ujung) yang lain. Sebagaimana asal al baroo-ah adalah al muqootho’ah (memutuskan hubungan) dengan hati, lisan dan fisik. Dan hati orang yang beriman tidak akan pernah kosong dari memusuhi orang kafir… namun yang diperselisihkan itu adalah mengenai idh-haarul ‘adaawah (menampakkan permusuhan)…” (Dari Ad Duror, juz Jihad, hal. 141)
Al ‘Allaamah Syaikh ‘Abdur Rohmaan bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab (penulis buku Fat-hul Majiid) mengatakan tentang ayat yang terdapat dalam surat Al Mumtahanah di atas: “Maka barang siapa merenungkan ayat tersebut tentu dia memahami tauhid yang Alloh ta’aalaa turunkan melalui para Rosul dan kitab-kitabNya, dan tentu dia memahami sikap orang-orang yang menentang ajaran para Rosul dan pengikut-pengikut mereka, yaitu orang-orang bodoh yang tertipu lagi merugi. Syaikh kita --- yaitu kakeknya yang bernama Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab --- ketika menerangkan dakwah Nabi SAW kepada orang-orang Quroisy untuk bertauhid, dan apa yang beliau dapatkan dari mereka ketika beliau menyinggung ilaah-ilaah (sesembahan-sesembahan) mereka bahwasanya mereka itu tidak dapat mendatangkan manfaat dan bahaya, mereka menganggap hal itu sebagai cacian, ia (Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhaab) mengatakan; “Maka apabila engkau telah memahami hal ini, tentu engkau memahami bahwasanya manusia itu tidak akan lurus Islamnya, meskipun ia telah mentauhidkan Alloh dan meninggalkan syirik kecuali dengan memusuhi orang-orang musyrik [2] dan menyatakan permusuhan dan kebencian kepada mereka, sebagaimana firman Alloh ta’aalaa:
لا تجد قوما يؤمنون بالله واليوم الآخر يوادون من حاد الله ورسوله
Kamu tidak akan dapatkan orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir saling mencintai dengan orang-orang yang menentang Alloh dan RosulNya. … (Al Mujadalah: 22)
Apabila engkau telah memahami hal ini dengan baik tentu engkau mengetahui bahwasannya banyak orang yang mengaku berdiin namun dia tidak memahaminya. Sebab, apakah yang menyebabkan kaum muslimin harus bersabar menanggung siksaan, penawanan dan beban-beban hijroh ke Habasyah (Ethiopia) padahal beliau adalah manusia yang paling penyayang, sehingga seandainya ada rukh-shoh (dispensasi) tentu beliau memberikan rukh-shoh kepada mereka. Bagaimana, sedangkan Alloh telah menurunkan kepada beliau ayat:
ومن الناس من يقول آمنا بالله فإذا أوذي في الله جعل فتنة الناس كعذاب الله
Dan di antara manusia itu ada yang mengatakan; Kami beriman kepada Alloh, namun apabila dia mendapatkan gangguan dalam menjalankan ajaran Alloh dia menganggap gangguan manusia tersebut seperti siksaan Alloh. (Al ‘Ankabuut: 10)
Jika orang yang menyetujui dengan lisannya saja dikatakan seperti ini dalam ayat ini, lalu bagaimana dengan yang lainnya.” Maksudnya dengan orang yang menyetujui mereka dengan perkataan dan perbuatan, dengan tanpa mendapatkan gangguan. Ia membantu mereka, membela mereka dan orang yang setuju dengan mereka serta mengingkari orang yang tidak sependapat dengan mereka sebagaimana yang terjadi sekarang.” (Ad Duror, juz Jihad, hal. 93) Dan saya katakan kepada mereka: Sungguh menakjubkan engkau, seolah-olah engkau berbicara pada zaman kami sekarang….
Dan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Lathiif dalam Ad Duror As Sunniyah mengatakan: “Ketahuilah --- semoga Alloh ta’aalaa memberi petunjuk kita kepada apa yang Ia cintai dan Ia ridloi --- bahwasanya seseorang itu tidak lurus Islam dan diinnya kecuali dia memusuhi musuh-musuh Alloh ta’aalaa dan musuh-musuh RosulNya[3], dan yang berwalaa’ kepada wali-wali Alloh ta’aalaa dan RosulNya. Alloh ta’aalaa berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا آباءكم وإخوانكم أولياء إن استحبوا الكفر على الإيمان
Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan bapak-bapak dan saudara-saudara kalian sebagai wali-wali jika mereka lebih mencintai kekafiran dari pada keimanan. (At Taubah: 23)
[1] Dan seorang hamba tidak akan mampu menghadapi kesyirikan dan penganutnya, dan juga tidak akan kuat untuk bersikap baroo’ kepada mereka serta menunjukkan permusuhan terhadap kebatilan mereka kecuali dengan beribadah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya. Dan Alloh SWT telah memerintahkan NabiNya Muhammad SAW untuk tilawatul Qur’an dan qiyaamul lail ketika di Mekah, dan Alloh memberitahukan kepadanya bahwa hal itu merupakan bekal yang dapat membantunya untuk memikul beban dakwah yang berat, yang tercantum sebelum firmanNya:
إنا سنلقي عليك قولا ثقيلا
Sesungguhnya Kami akan menyampaikan kepadamu perkataan yang berat. (Al Muzzammil: 5)
Alloh berfirman:
يا أيها المزمل قم الليل إلا قليلا نصفه او انقص منه قليلا أوزد عليه ورتل القرآن ترتيلا
Wahai orang yang berselimut, bangunlah pada malam hari kecuali sedikit, separohnya atau kurangilah sedikit dari itu atau tambahlah, dan bacalah Al Qur’an dengan tartiil. (Al Muzzammil: 1-4)
Maka Nabi dan para sahabatpun berdiri melakukan sholat sampai kaki mereka bengkak-bengkak… sampai Alloh SWT menurunkan keringanan pada akhir surat.
Dan sesungguhnya berdiri dengan membaca ayat-ayat Alloh serta dengan merenungkan firman-firmanNya ini… benar-benar merupakan bekal dan penopang bagi seorang juru dakwah, yang dapat meneguhkan dan membantunya untuk menghadapi beban-beban dan rintangan-rintangan dakwah ... dan sesungguhnya orang-orang yang mengira akan mampu memikul dakwah yang besar ini dengan berbagai beban-bebannya yang berat tanpa dengan ikhlas beribadah kepada Alloh dengan berlama-lama dalam berdzikir dan bertasbih, sungguh mereka benar-benar keliru dan tertipu … meskipun mereka telah berjalan beberapa langkah, namun mereka tidak akan mampu untuk meneruskan dalam menempuh jalan yang benar dan lurus tanpa bekal …dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa..
Dan sesungguhnya Alloh telah menyebutkan ciri-ciri para pengikut dakwah ini, yang mana Alloh telah memerintahkan NabiNya untuk bersabar bersama mereka, bahwa mereka itu berdoa (beribadah) kepada Robb mereka pada pagi dan sore hari, dengan mengharapkan wajahNya, dan bahwa mereka itu sedikit tidur pada malam hari..dan lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur, mereka berdoa kepada Robb mereka dengan rasa takut dan penuh harap.. dan mereka takut kepada Robb mereka pada suatu hari yang mana orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.. dan ciri-ciri yang lain, yang mana orang tidak akan mampu melaksanakan dakwah ini dan memikul beban-bebannya kecuali orang yang yang memiliki cici-ciri tersebut.. semoga Alloh menjadikan kita masuk golongan mereka, maka camkanlah hal ini!!
[2] Lihat catatan kaki berikutnya.
[3] Jika yang dimaksud itu dasar permusuhan (ash-lul ‘adaawah) maka perkataan beliau tersebut berlaku secara mutlak, namun jika yang dimaksud adalah permusuhan secara umum, yang mencakup; menunjukkan, melaksanakan secara terperinci dan menyatakan permusuhan tersebut secara terang-terangan, maka yang dimaksud dalam perkataan tersebut adalah lurusnya Islam dan bukan hilangnya ash-lul Islam (Islam sampai akarnya). Dan Syaikh ‘Abdul Lathiif mempunyai penjelasan secara terperinci dalam bukunya yang berjudul Mish-baahudh Dholaam mengenai masalah ini. Barangsiapa menghendaki silahkan merujuk buku tersebut. Di sana ia mengatakan: “Maka orang yang memahami dari perkataan Syaikh bahwa orang yang tidak menyatakan permusuhannya itu kafir maka pemahamannya itu batil dan pandangannya itu sesat… “ Dan secara terperinci perkataannya akan kami cantumkan pada halaman-halaman berikutnya. Dan sesungguhnya tujuan kami cantumkan perkataan-perkataan mereka di sini adalah untuk menjelaskan betapa pentingnya prinsip ini, yang mana rambu-rambunya telah hilang dari para da’i (juru dakwah) pada zaman sekarang ini. Kemudian kami cantumkan keterangan-keterangan ini --- meskipun perkataan tersebut telah jelas --- dengan tujuan untuk menutup jalan bagi orang-orang yang hendak mengail di air keruh; yang selalu mencari-cari ungkapan-ungkapan yang bersifat umum dan hal-hal yang dapat memperkuat tuduhan mereka bahwa kami beraqidah khwaarij.
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar