Doa Mustajab ‘Amru bin Jumuh untuk menggapai syahidnya


” Sesungguhnya diantara kamu sekalian ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan. Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh,” sambung Nabi Saw.

Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud. Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun : “Mereka akan bertemu di surga. `Amru bin Jumuh suamimu, Khulad anakmu dan Abdullah saudaramu.”

” Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka nantinya. “, kata Hindun memohon kepada Nabi.

Doa Mustajab ‘Amru bin Jumuh untuk menggapai syahidnya

” Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargaku, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan. “

Doa itu keluar dari mulut `Amru bin Jumuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi `Amru terjun ke medan perang, karena kakinya pincang. Didalam Al-Quran disebutkan : ” Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang.” (QS. Al-Fath:17)

Karena kepincangannya itu maka `Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga `Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum muslimin lainnya untuk berperang.

Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan : “Sadarilah hai `Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi saw.”

Namun `Amru menjawab : ” Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian ? “

Meski `Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu `Amru kemudian menghadap Rasulullah Saw dan berkata kepada beliau : ” Wahai Rasulullah. Kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini.”

” Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu.” Kata Nabi mengingatkan.
“Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana.” Kata `Amru tetap bersikeras.
Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum `Amru : ” Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya.”

Dengan terpincang-pincang `Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan terdepan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak : ” Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati, sampai akhirnya ajal menemui mereka.

Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah Aisyah. Di tengah perjalanan pulang itu Aisyah melihat Hindun, istri `Amru bin Jumuh sedang menuntun unta ke arah Madinah. Aisyah bertanya: “Bagaimana beritanya ? “

“Baik-baik, Rasulullah selamat musibah yang ada ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan, ” jawab Hindun.

” Mayat siapakah di atas unta itu? ” , Aisyah bertanya kepada Hindun.
Dan Hindun pun menjawab , ” Ini mayat saudaraku, anakku dan suamiku.”
” Akan dibawa ke mana? ” , tanya Aisyah.
Hindun menjawab , ” Akan dikubur di Madinah.”
Setelah itu Hindun melanjutkan perjalanan sambil menuntun untanya ke arah Madinah. Namun untanya berjalan terseot-seot lalu merebah.

” Barangkali terlalu berat,” kata Aisyah.
” Tidak. Unta ini kuat sekali. Mungkin ada sebab lain.” Jawab Hindun.
Ia kemudian memukul unta tersebut sampai berdiri dan berjalan kembali, namun binatang itu berjalan dengan cepat ke arah Uhud dan lagi-lagi merebah ketika di belokkan ke arah Madinah. Menyaksikan pemandangan aneh itu, Hindun pun kemudian menghadap kepada Rasulullah dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya : “Wahai Rasulullah. Jasad saudaraku, anakku dan suamiku akan kubawa dengan unta ini untuk dikuburkan di Madinah. Tapi binatang ini tak mau berjalan bahkan berbalik ke Uhud dengan cepat.”

Rasulullah berkata kepada Hindun : ” Sungguh unta ini sangat kuat. Apakah suamimu tidak berkata apa-apa ketika hendak ke Uhud? “

” Benar ya Rasulullah. Ketika hendak berangkat dia menghadap ke kiblat dan berdoa : ” Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke keluargaku dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan.”

” Karena itulah unta ini tidak mau berangkat ke Madinah. Allah SWT tidak mau mengembalikan jasad ini ke Madinah” kata beliau lagi.

” Sesungguhnya diantara kamu sekalian ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan. Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh,” sambung Nabi Saw.

Setelah itu Rasulullah memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud. Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun : “Mereka akan bertemu di surga. `Amru bin Jumuh suamimu, Khulad anakmu dan Abdullah saudaramu.”

” Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka nantinya. “, kata Hindun memohon kepada Nabi.

Sungguh kesyahidan yang sangat mulia, meski cacat fisik dia tetap ingin berperang bersama Rasul, suatu hal yang sangat berani dan mulia. Tentu, sesungguhnya yang mereka rindu-rindukan, yang mereka impi-impikan adalah syahid di jalan Allah.

” ALLAHUMMA SYAHIDNA FI SABILIK YA RABB ” , Yaa Allah matikanlah kami dalam keadaan syahid di jalan mu. Amien Yaa Rabb.


Mencari Sosok Pejuang Islam Sejati


Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu, lalu mereka kembali, sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS. At Taubah: 92)

“Sesungghnya orang-orang yang kita tinggalkan di madinah, tidaklah kita melewati jalan-jalan di gunung dan di lembah, kecuali mereka bersama-sama dengan kita, mereka terhalang (tidak ikut perang) karena udzur.” (HR Bukhari)

Mencari Sosok Pejuang Islam Sejati (Sepenggal Pelajaran Dari Surat At Taubah: 92)

Bismillahirrahmanirrahiim.

وَلاَ عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لاَ أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّواْ وَّأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلاَّ يَجِدُواْ مَا يُنفِقُونَ
Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu, lalu mereka kembali, sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS. At Taubah: 92)



Mari kita renungkan, tentang perkara apakah ayat ini berbicara. Para ulama kita menyebutkan bahwa ayat ini bercerita tentang sebuah peperangan di musim paceklik. Sebagian para sahabat mendatangi Rasulullah meminta untuk diikutsertakan dalam peperangan itu. Diantara mereka adalah Ulbah ibn Zaid dan beberapa sahabat Anshar (dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa jumlah mereka 7 orang). Mereka datang untuk mendaftarkan dirinya ikut dalam peperangan demi mendapatkan keridhoan Allah. Mengorbankan jiwa di jalan Allah. Lalu Rasulullah menyampaikan bahwa Beliau tidak bisa mengikutsertakan mereka dalam peperangan itu dikarenakan sedikitnya perbekalan, persenjataan dan kendaraan.



Singkat cerita, mereka terpaksa berbalik. Apa yang terjadi pada mereka? Bukankah Allah mempersaksikan mereka dalam firmannya:

Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu, lalu mereka kembali, sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS. At Taubah: 92)



Mereka pulang bukan dengan kebanggaan dan mengatakan: Kita kan mendapatkan Rukhshoh untuk tidak ikut berperang dari Rasulullah. Lihatlah dalam ayat itu. Mereka berpaling, sedang mata mereka meneteskan air mata. Air mata kesedihan karena tidak bisa memberikan apa-apa untuk Agama ini pada saat itu. Merekalah yang termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari:



“Sesungghnya orang-orang yang kita tinggalkan di madinah, tidaklah kita melewati jalan-jalan di gunung dan di lembah, kecuali mereka bersama-sama dengan kita, mereka terhalang (tidak ikut perang) karena udzur.” (HR Bukhari)



Dan dalam riwayat dari Imam Muslim disebutkan:

“Melainkan mereka bersekutu dengan kalian dalam pahala”

Itulah air mata seorang pejuang. Air mata pejuang sejati. Air mata orang-orang yang merindukan kejayaan ummat Islam.



Renungan Berharga:

Mereka wahai saudaraku, meneteskan air mata karena tidak diikutkan untuk berperang, karena pada saat itu mereka tidak bisa menyumbangkan apa-apa bagi perjuangan.



Di manakah air mata Ulbah bin Zaid. Air mata inilah yang hilang dari kita. Air mata kesedihan melihat kondisi ummat ini. Hari ini, tidaklah air mata kaum muslimin keluar melainkan karena dunia yang luput dari tangan mereka. Tidaklah air mata ini meneres melainkan karena kesenangan pribadi yang tidak tercapai.



Kita mencari sosok Ulbah bin Zaid di abad ini. Sosok pejuang Islam sejati yang rindu dengan kejayaan ummat ini. Biarkan mereka menangisi dunianya, katakan di hadapan para pecinta dunia itu:



“Aku telah mewaqafkan diriku untuk agama dan perjuangan ini dan cukuplah keridhaan Allah sebagai hartaku yang paling berharga yang akan aku tangisi jika dia terlepas dari tanganku”.



Semoga Allah menjadikan kita pejuang-pejuang agamaNya.

By Luthfi Muhammad in GRUP PEMBELA TAUHID